Konferensi Tingkat Tinggi Dunia Creative Commons 2017 - Hari Kedua
Hari kedua konferensi dimulai dengan sesi-sesi terpisah yang diadakan di setiap ruangan lantai 2 dan 3 Hotel Delta Toronto. Sesi pertama yang diikuti oleh perwakilan CCID adalah An Explosion of Languages and Versions of Early Literacy Content yang difasilitasi oleh Tessa Welch (African Storybook Initiative) dan Purvi Shah (Pratham Books). Tessa dan Purvi memberikan 3 hal yang menjadi hal pokok dalam penyediaan sumber pendidikan terbuka (OER) dengan muatan lokal. Tiga hal tersebut adalah Target, Effectivity (efektifitas), dan Parnters (rekanan). Target artinya adalah kita harus memastikan bahwa materi pendidikan ini dapat digunakan dan memang disediakan untuk semua orang. Selain itu sebaiknya konten tersedia dalam bahasa yang diakrabi oleh pembaca, misalnya bahasa daerah yang sehari-hari digunakan oleh pembaca. Dengan begitu konten-konten tersebut akan menjadi sepenuhnya terbuka, yaitu konten-konten yang berbicara tentang ketertarikan serta pengalaman sehari-hari para pembacanya. Setelah itu baru kita memetakan efektifitas penyebaran konten, penyebaran harus disesuaikan dengan kondisi suatu negara, untuk kemudian dapat diputuskan konten akan disediakan secara digital atau fisik. Setelah konten sukses dibuat dan diumumkan, kita kemudian dapat mulai mencari rekanan untuk membantu persebaran konten, misalnya para peneliti, penerbit konten pembelajaran daring, perpustakaan, atau bahkan lembaga pendidikan pemerintah setingkat kementrian.
Peserta kembali dikumpulkan untuk mendengarkan pidato dari Ashe Dryden (AlterConf dan Fund Club). Dalam sesi bertajuk “Time Traveling: A Primer” ini Ashe mengajak peserta untuk mendiskusikan mengapa perasaan belas kasih dalam berbagi lebih penting daripada hanya melulu berfokus pada efisiensi. Dryden juga mengungkapkan bahwa niat baik merupakan hal yang penting dalam membangun masa depan dunia teknologi yang damai. Dalam sesi pidatonya Dryden memberikan penekanan terkait pentingnya keberlanjutan dan kegiatan yang inklusif di dalam suatu komunitas dengan cara yang menghibur dan begitu ringan.
Setelah itu peserta kembali tersebar untuk mengikuti sesi-sesi yang di ruangan yang berbeda-beda. Perwakilan CCID mengikuti sesi Advancing Open Education Through Open Government yang difasilitasi oleh Nicole Allen. Dalam kelas ini Nicole menunjukan peta negara-negara yang telah bergabung dalam perjanjian multilateral berjudul Open Government Initiative. Dalam kesempatan ini perwakilan CCID menyampaikan bahwa di Indonesia hal-hal ini telah direalisasikan melalui situs-situs seperti data.go.id, data.go.jakarta.id, dan pertemuan CCID dengan PDII-LIPI untuk membahas repositori dan depositori terbuka untuk jurnal-jurnal produk penelitian yang dibiayai LIPI. Sesi ini terus berlanjut hingga jam makan siang. Pada jam makan siang peserta disuguhi dengan cuplikan film terbaru Robin McKenna berjudul “The Gift” yang diikuti dengan sesi tanya jawab hingga selesai jam makan siang.
Acara dilanjutkan dengan pidato dari editor Vice Motherboard, Sarah Jeong di Soco Ballroom. Pada pidatonya, Sarah memaparkan alur pemanfaatan media sosial oleh lembaga-lembaga pemberitaan sebagai tempat menyalurkan konten-konten pemancing klik saja. Ia mampu membuktikan bahwa setiap kabar yang kita temukan di internet, bukan merupakan hal yang kita cari secara aktif, namun kabar tersebut datang dengan sendirinya, karena situs-situs media sosial yang kita gunakan telah mengetahui kebiasaan kita serta apa yang kita sukai, untuk kemudian memberikan kita kabar-kabar yang ingin kita lihat saja. Sarah menyimpulkan bahwa alat seperti Creative Commons dapat membantu kita mencari jalan keluar dari monopoli yang dilakukan oleh lembaga pemberitaan serta kanal-kanal diseminasi beritanya. “Creative Commons bukan kegemaran, Creative Commons adalah kewajiban moral”, tutupya.
Sesi selanjutnya diikuti oleh perwakilan CCID adalah Creative Commons Certificates - Spread The Cred oleh Paul Stacey, Kelsey Merkley, Alan Levine, & Kamil Śliwowski. Pada permulaan sesi, Paul langsung memberikan kesempatan kepada peserta kelas untuk menanyakan hal yang ingin mereka ketahui, dan bermaksud untuk langsung menjawabnya sebelum presentasi dimulai. Dalam kesempatan tersebut perwakilan CCID langsung menanyakan bagaimana sertifikat tersebut dapat diadaptasi oleh afiliasi di tiap negara. Paul menyatakan bahwa untuk saat ini sertifikat CC yang terdiri dari 4 jenis sertifikat (Core, Lib, Govt, dan Edu) tersebut sedang dalam pengembangan dan paling tidak baru bisa selesai pada tahun depan. Paul memberikan instruksi bahwa para afiliasi boleh terus melakukan lokakarya lisensi CC di negaranya, namun setelah sertifikat ini selesai, mereka wajib untuk melakukan sertifikasi. Untuk lokakarya lisensi CC bermodel Training of Trainers (ToT), afiliasi dapat membuat versi lokal sertifikat terlebih dahulu, yang kemudian wajib dilaporkan ke pihak CC Certificates untuk diperiksa kesesuaian materinya.
Setelah waktu istirahat, perwakilan CCID mengunjungi ruangan tempat diadakannya Messy Market. Di ruangan tersebut perwakilan CCID mendapat kesempatan untuk bertemu dengan pekerja proyek Freemusicarchive.org (FMA), Cheyenne dan Ross. Dalam kesempatan ini perwakilan CCID menyampaikan keinginannya untuk mengunggah koleksi musik tua Indonesia miliknya ke situs FMA. Seusai mengikuti Messy Market, perwakilan CCID kemudian mengikuti sesi Open Democracy Project Workshop oleh Avery Au & Chris Cowperthwaite. Dalam sesi ini mereka menjelaskan bahwa Open Democracy Project adalah sebuah platform yang dapat digunakan untuk membuatkan kampanye untuk segala jenis pemilihan yang pengguna sedang ikuti. Setiap kampanye yang diunggah di platform ini menggunakan lisensi CC BY-NC. Sesi ini merupakan salah satu sesi penutup hari kedua Konferensi. Pada pukul 8 malam waktu setempat peserta diundang ke Boxcar Social di Harbourfront Centre untuk ikut serta dalam pesta dengan iringan musik dari Basic Soul Unit dan Invisible City.